Daerah  

Empat Mahasiswa Jadi Tersangka, LBH Soroti Prosedur Penangkapan di Kampus

SAMARINDA – Penetapan empat mahasiswa sebagai tersangka pada kasus dugaan perakitan bom molotov menimbulkan perhatian serius dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda. Pendamping hukum, Muhammad Irfan Ghazi, menegaskan pihaknya akan terus mengawal kasus tersebut, terutama terkait pemenuhan hak para mahasiswa serta keabsahan prosedur penangkapan.

Penetapan status hukum itu tertuang pada Surat Perintah Penangkapan bernomor SP.Kap/188/IX/Res.1.24/2025/Reskrim serta surat penetapan tersangka bernomor S.Tap/156/IX/Res.1.24/Reskrim tertanggal 1 September 2025. Kasus bermula dari penangkapan 22 orang di lingkungan Kampus FKIP Universitas Mulawarman, Jalan Banggeris, Samarinda, pekan lalu. Dari jumlah tersebut, 18 orang telah dibebaskan, sementara empat lainnya kini berstatus tersangka.

Pendamping hukum mahasiswa, Muhammad Irfan Ghazi, mengonfirmasi perkembangan kasus tersebut.

“Akhirnya kan ditetapkan ya sebagai tersangka untuk empat orang yang diperiksa lebih lanjut,” ujarnya, Selasa (2/9/25).

Menurut Irfan, keempat mahasiswa itu memang mengakui telah merakit bom molotov yang kemudian diamankan pihak kepolisian sebagai barang bukti. Namun, ia menekankan, LBH Samarinda akan terus mendampingi agar proses hukum berjalan sesuai aturan.

Irfan juga menyoroti langkah aparat saat melakukan penangkapan di lingkungan kampus.

“Kami masih menilai apakah proses OTT ini sesuai prosedural atau tidak. Ini juga yang harus kita tindak lanjuti, apakah polisi boleh masuk lingkungan kampus,” katanya.

Dirinya turut menanggapi temuan lukisan bergambar simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ikut diamankan polisi. Menurutnya, hal itu justru berpotensi menjadi penggiringan opini untuk mendiskreditkan gerakan mahasiswa.

“Selain PKI, ada juga simbol partai lain seperti Masyumi. Itu bagian dari pembelajaran sejarah sesuai dengan program studi mereka, bukan untuk propaganda,” jelasnya.

Dengan demikian, meskipun keempat mahasiswa telah berstatus tersangka, LBH Samarinda menegaskan fokusnya bukan hanya pada pendampingan hukum, tetapi juga memastikan, tindakan aparat di dalam kampus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *