Daerah  

EBIFF 2025 Jadi Panggung Diplomasi Budaya dan Promosi Pariwisata Kaltim ke Dunia

SAMARINDA – Wakil Ketua I DPRD Kalimantan Timur, Ekti Imanuel, memberikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025, yang dinilainya sebagai momentum strategis memperkuat diplomasi budaya sekaligus mempromosikan sektor pariwisata Kalimantan Timur di kancah internasional.

Hal itu disampaikan Ekti saat menghadiri acara penutupan EBIFF di Ruang Odah Etam, Kantor Gubernur Kaltim, Sabtu (26/7/2025).

“EBIFF menjadi semangat baru sekaligus ajang promosi pariwisata Indonesia, khususnya Kaltim. Ini bentuk silaturahmi budaya yang memberikan pembelajaran positif dan harus terus digalakkan,” ujar Ekti.

Festival yang berlangsung selama enam hari, mulai 24 hingga 29 Juli 2025, menyuguhkan rangkaian agenda budaya di tiga kota utama Kaltim: Samarinda, Ibu Kota Nusantara (IKN), dan Balikpapan. Ajang ini diikuti delegasi dari enam negara sahabat—Rumania, Polandia, Korea Selatan, India, Rusia, dan Indonesia—serta perwakilan seni dari berbagai provinsi di Indonesia, termasuk Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.

Beragam kegiatan budaya memeriahkan festival ini, di antaranya kirab budaya, pertunjukan seni lintas negara, lokakarya tari tradisional, pameran produk ekonomi kreatif, serta kunjungan edukatif ke sekolah dan destinasi wisata lokal.

Sebagai simbol persahabatan antarbangsa, seluruh delegasi menyerahkan cenderamata kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Panitia juga memberikan penghargaan kepada para sponsor utama yang telah berkontribusi terhadap suksesnya penyelenggaraan EBIFF 2025.

Menurut laporan Dinas Pariwisata Kaltim, festival ini menargetkan lebih dari 10.000 pengunjung dan melibatkan lebih dari 400 peserta, baik dari dalam maupun luar negeri. EBIFF 2025 menjadi bagian dari strategi pengembangan ekonomi kreatif daerah dan promosi budaya Kalimantan Timur di tingkat global.

“EBIFF bukan hanya panggung seni budaya global, tetapi juga ruang untuk saling memahami, menghargai, dan mempererat persaudaraan budaya antarbangsa. Ini bentuk diplomasi budaya yang nyata,” tutup Ekti Imanuel. (*)